Surabaya sebagai Kota Pelabuhan: Sejarah dan Perkembangannya

Surabaya sebagai Kota Pelabuhan: Sejarah dan Perkembangannya

8 Mar 2023 | Fun Pages | 0 comments

source: Pexels

Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta, terkenal dengan kisah pertempuran hebat 10 November 1945 yang membuat Surabaya disebut sebagai “Kota Pahlawan”. 

Terlepas dari kisah hebat tersebut, jauh sebelum itu, Surabaya ternyata dikenal juga sebagai Kota Pelabuhan yang berperan penting dalam perekonomian negara. Baik ketika zaman penjajahan maupun setelah kemerdekaan. 

Secara geografis, Surabaya memang sangat cocok untuk dijadikan kota dagang dan pelabuhan. Alasannya karena letaknya yang berada di muara Sungai Berandas dan di Utara Pulau Jawa. 

Di era Kerajaan Majapahit pada abad ke-14, Surabaya sudah menjadi pelabuhan gerbang utama. Hal ini kemudian berlanjut hingga masa kolonial pada abad ke-19 yang memposisikan Surabaya sebagai collecting centers hasil produksi perkebunan di Jawa Timur. 

Awal kejayaan Surabaya sebagai Kota Pelabuhan dimulai dari pelabuhan Kalimas yang terletak di tepi muara sungai kecil namun sangat strategis. Setelah diserahkan oleh Mataram pada tahun 1743, Surabaya menjadi wilayah kekuasaan VOC. 

Di tepi sungai Kalimas, mereka membangun sebuah benteng untuk memperkuat pertahanan sekaligus menjadi gudang penyimpanan. Benteng ini terbilang strategis karena sungai Kalimas menjadi sumber air minum sekaligus jalan keluar jika VOC “kalah” dari Indonesia.

Dari benteng Kalimas, VOC memperkuat posisinya sebelum kemudian menata kota untuk mendukung kegiatan perdagangan mereka. Saat itu VOC membangun gedung-gedung perusahaan swasta, perbankan, hingga gudang penyimpanan. 

Tidak berhenti sampai di situ, mereka juga menambahkan berbagai infrastruktur agar kapal dapat melintas ke pelabuhan di Surabaya dengan lebih mudah. Mereka membangun jembatan lipat otomatis di atas Sungai Kalimas yang saat ini dikenal sebagai jembatan “petekan”. Kemudian mereka mendirikan menara syahbandar menandakan pentingnya peran pelabuhan Kalimas di masa itu. 

Dengan strategi ini, Pelabuhan Surabaya mampu menghasilkan nilai ekspor 10,9 juta gulden dan 4,2 juta gulden nilai impor pada tahun 1851. Lima tahun kemudian, angka ini naik menjadi 20,9 juta gulden nilai ekspor dan 6,5 juta gulden nilai ekspor.

Sayangnya, akibat kegiatan perekonomian yang terus melesat, Pelabuhan Kalimas dianggap tidak mampu lagi menampung aktivitas pelabuhan, terutama untuk kapal-kapal besar. 

Maka dari itu, VOC membangun Pelabuhan Tanjung Perak di sebelah barat. Setelah kemerdekaan, pelabuhan ini menjadi pintu gerbang untuk wilayah Indonesia Timur sehingga aktivitas di Tanjung Perak semakin berkembang. 

Pada tahun 1983, Pemerintah Indonesia membangun Pelabuhan Ujung untuk kapal feri atau yang akrab dikenal sebagai “Terminal Mirah” yang melayani keperluan kapal angkutan penumpang. 

Seiring dengan perkembangan Tanjung Perak, Pelabuhan Kalimas bertransformasi menjadi wadah alternatif nelayan-nelayan kapal kecil yang tersingkir dari Tanjung Perak. Dengan demikian, Pelabuhan Kalimas dikenal juga sebagai Pelabuhan Rakyat hingga saat ini. 

Baca Juga Tips Memilih Tempat Kuliah Terbaik di Surabaya

Rujukan:

Handinoto dan Samuel Hartono (2007) Surabaya Kota Pelabuhan (‘surabaya Port City’)

Pilihan Tepat Untuk Wujudkan Impian

Masih ada kesempatan ikut seleksi Gelombang 4
Amankan kursi kuliahmu di Kampus Telkom! Kuota semakin menipis.

Day(s)

:

Hour(s)

:

Minute(s)

:

Second(s)